Autogear.id - Indonesia memiliki kapasitas Energi Baru Terbarukan (EBT) yang begitu besar. Malah bisa dibilang jumlahnya berlimpah, serta beraneka ragam dan tersebar di berbagai wilayah. Menjadikannya sebagai negara dengan potensi ketahanan energi yang tinggi.
Kondisi ini pula yang menjadikan Indonesia sebagai negara paling berpeluang, dalam pengembangan EBT. Salah satunya adalah hidrogen hijau, yang menjadi energi andalan bagi masa depan industri. Khususnya di sektor transportasi yang mengusung target reduksi emisi.
Hidrogen hijau menjadi potensi baru sumber energi bersih, yang hanya mengeluarkan uap air dan tidak meninggalkan residu di udara atau menambah emisi karbon gas rumah kaca. Karenanya sangat mendukung pencapain target dekarbonisasi.
Potensi Indonesia Jadi Frontier Utilisasi Teknologi Hidrogen
Mengenai potensi EBT hidrogen yang berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) tersebar terutama di Kalimantan Utara, Aceh, Sumatra Barat, Sumatra Utara, dan Papua. Pemerintah mengklaim Indonesia memiliki potensi memproduksi listrik dari EBT dengan kapasitas 3.000 gigawatt (GW). Sayangnya saat ini potensi tersebut baru dimanfaatkan sekitar 12,5 GW.
Sehingga Pemerintah optimis dapat menambah produksi listrik dari sumber EBT hingga mencapai 21 GW sesuai dengan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2021 - 2030. Bahkan negara tetangga Singapura telah menyatakan siap menyerap hidrogen hijau produksi Indonesia untuk kebutuhan domestiknya.
Menyadari masa depan hidrogen terutama di sektor industri transportasi yang bisa berkontribusi bagi terkejarnya target netralitas karbon Pemerintah di tahun 2060, Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN), Nandi Julyanto mengatakan, pemanfaatan multi teknologi dari berbagai sumber energi yang berfokus pada reduksi emisi, manjadi suatu keniscayaan untuk mengejar target NZE demi masa depan hijau bagi seluruh generasi.
“Terutama di sektor transportasi yang digadang-gadang menjadi salah satu fokus utama dalam dekarbonisasi. Sebagai bagian dari solusi transportasi masyarakat Indonesia, publik advokasi melalui aktivitas seminar nasional ini akan memaparkan tantangan sosial-ekonomi dan transformasi digital dalam pengembangan energi alternatif di sektor transportasi menuju NZE 2060 di Indonesia yang memfokuskan pada teknologi hidrogen,” ujar Nandi saat membuka seminar nasional di Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta beberapa waktu lalu.
Sebuah seminar nasional bertemakan “Percepatan pengembangan ekosistem hidrogen di sektor industri dan transportasi, menuju Net Zero Emission (NZE) 2060 di Indonesia.” Merupakan tema yang kiranya selaras dengan potensi permintaan hidrogen, khususnya di sektor transportasi yang semakin agresif.
Opportunity Elektrifikasi Besar, Toyota Sudah Andalkan Teknologi Hidrogen
Selain pengembangan kendaraan berteknologi ICE yang ramah lingkungan, dengan efisiensi bahan bakar yang juga rendah emisi. Kendaraan berteknologi elektrifikasi, hingga penggunaan teknologi hidrogen juga menjadi opsi pengembangan bagi industri, khususnya manufaktur otomotif.
Salah satu leader teknologi hidrogen boleh dikatakan adalah Toyota Motor Corporation (TMC). Lewat kehadiran Toyota Mirai yang mulai diproduksi secara massal pada 10 tahun lalu, tepatnya di 2014. Model ini merupakan kendaraan berbasis Fuell Cell Electric Vehicle (FCEV), yang tidak lagi mengandalkan Bahan Bakar Minyak (BBM).
Didesain sebagai mobil berteknologi motor listrik, dan berbahan bakar hidrogen. Hingga saat ini sudah hadir dengan generasi ke-2 ,yang diluncurkan pada tahun 2019 silam. Selain teknologi FCEV, pabrikan Jepang ini juga tengah mengembangkan kendaraan dengan mesin pembakaran internal bertenaga hidrogen (Hidrogen Internal Combustion Engine/HICEV).
Menandai langkah baru dalam teknologi mereka untuk mencapai komitmen pencapaian NZE global pada 2050. Mereka meyakini, dampak teknologi bersih dapat dirasakan penerapannya yang luas di seluruh pasar global.
(uda)