Autogear.id – Pada perjalanan tumbuh kembangnya kendaraan listrik di Indonesia saat ini, komponen baterai masih menjadi sorotan. Pasalnya, komponen inilah yang berkontribusi paling besar, dalam membuat harga kendaraan listrik menjadi begitu tinggi.
Banyak faktor penyebabnya, salah satunya lantaran Indonesia masih belum mampu memproduksi baterai sendiri. Kemudian material dari baterai tersebut yang masih sulit untuk didapat, sehingga butuh biaya tinggi dalam pengolahannya. Selain itu, limbah baterainya sendiri cenderung masih belum ramah lingkungan.
Namun beberapa waktu lalu, tim mahasiswa dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Brawijaya (UB) telah melakukan riset mendalam. Untuk menghadirkan baterai dengan material ramah lingkungan. Yaitu dengan memanfaatkan limbah cangkang tiram, sebagai bahan baterai kendaraan listrik yang mereka beri nama Crossta Baterry.
Inovasi ini dihasilkan Ahmad Multazam Abdan, Ahmad Syarwani, Izza Lailatul Kasanah, Zainurrohman Prastomo, Uray Keisya Ranaputri, dan dibimbing Prof Akhmad Sabarudin. Ketua tim, Ahmad Multazam mengemukakan, baterai yang beredar dan digunakan saat ini, misalnya baterai Lithium atau baterai Nickel-Metal Hydride (Ni-MH), tak banyak ditemukan di bumi. Belum lagi butuh biaya yang tinggi untuk memanfaatkannya.
"Selain itu, Indonesia juga sampai sejauh ini masih harus mengimpor unsur-unsur baterai tersebut dari Tiongkok, yang otomatis membuat biaya produksinya semakin membengkak," ujar Multazam dikutip dari Antara.
Keresahan ini yang kemudian melatarbelakangi riset terhadap kandungan kalsium oksida, yang terdapat pada cangkang tiram, sebagai bahan baku baterai. Multazam mengatakan, kalsium adalah mineral paling banyak jumlahnya di tubuh hewan dan manusia. Kalsium punya banyak manfaat dan melimpah di lingkungan sekitar.
“Salah satu pemanfaatan kalsium adalah sebagai bahan baku elektroda baterai, untuk memproduksi baterai kalsium,” katanya. Ia tambahkan, selain bahan baku melimpah, baterai kalsium mudah diisi ulang, dan biaya produksi juga lebih rendah dibandingkan jenis lain. Sehingga berpotensi besar untuk perkembangan teknologi di bidang energi masa depan.
“Baterai kalsium (Ca-Ion) adalah inovasi penyimpanan daya, di mana menggunakan kalsium sebagai bahan utamanya. Kalsium lebih mudah ditemukan di alam, sehingga harga baterai kalsium lebih murah daripada jenis baterai lain,” tutur Multazam.
Pada riset itu dilakukan proses pengujian terhadap sintesis kalsium oksida cangkang tiram, yang telah dilakukan kalsinasi menggunakan beberapa instrument. Seperti FTIR, AAS, Powder XRD, dan SEM EDX. Dilanjutkan dengan hasil uji kelistrikan, menggunakan RLC Meter.
Melalui pengujian tadi, didapat kalau CaO hasil kalsinasi 800°C berpotensi untuk dilanjutkan ke pengujian efektivitas baterai. Kata Multazam, walaupun riset masih dalam tahap pengembangan dan perlu banyak evaluasi. Agar menghasilkan bahan baku alternatif baterai yang efektif dan efisien. Diharapkan riset ini dapat terus dioptimalisasi dan dikembangkan lebih lanjut.
“Sejauh ini masih terus dilakukan pengembangan, agar memperoleh hasil yang lebih baik lagi. Semoga bisa menjadi riset berguna, dan bisa diterapkan secara meluas di dunia industri, khususnya untuk pengadaan baterai kendaraan listrik,” tutupnya.
(uda)