Autogear.id – Diketahui komponen busi tergolong benda yang unik, yang selalu ada seiring dengan perkembangan teknologi kendaraan bermotor. Produk busi terus berkembang, dengan desain dan teknologi yang kian beragam. Sebut saja merek busi yang familiar, sebagai pilihan kendaraan bermotor. Terutama saat kendaraan sedang servis di bengkel, yaitu busi merek NGK.
Jenama yang telah hadir dan eksis sejak 1936, dan kini sudah menjadi produk OEM di beragam merek mobil dan motor, sekarang telah memiliki sedikitnya empat jenis busi untuk memenuhi kebutuhan kendaraan bermotor di tanah air. Satu di antaranya adalah busi NGK tipe Laser, dengan dua logam mulia.
Namun demikian, meskipun sudah bicara busi dengan beragam keunggulan dan kecanggihannya, seperti busi NGK. Tetapi hingga kini, tradisi kurang tepat perihal busi, masih merajalela di tengah pengguna kendaraan bermotor. Contohnya saja, istilah ketok busi, dan amplas busi.
Masih banyak pengguna yang berpikir, kalau busi masih bisa diakal-akali, kenapa harus membeli yang baru? Terkesan sepele, perkara kecil. Padahal dari hal sepele semacam inilah, kemudian persoalan busi kendaraan menjadi berlarut-berlarut.
Busi Rusak Berujung Masalah
Sebenarnya apa saja yang bakal terjadi, jikalau busi tidak diganti dalam waktu yang cukup lama? Perlu diketahui, busi itu juga bekerja dengan dukungan banyak bagian di dalamnya. Sewaktu busi mengalami kerusakan, komponen yang paling dekat yang bisa terkena imbasnya adalah tutup busi.
“Kemudian lambat laun akan memaksa komponen lain, untuk menghasilkan tegangan yang sama. Ujung-ujungnya, baterai kendaraan yang bakalan nge-drop," kata Technical Support Product Specialis PT Niterra Mobility Indonesia selaku produsen NGK Busi di Indonesia, Diko Octaviano.
Lebih lanjut dikatakan Diko, dia coba menggambarkan bahwasanya efek celah lebar dari busi yang tidak seharusnya, dapat membuat kerja mesin tidak stabil. Sehingga performa akselerasi kendaraan berkurang, dan usah distarter.
Lalu disadari atau tidak oleh pemilik mobil atau motor tersebut, kendaraan kesayangan terasa minum bensin terus. Konsumsi bahan bakar tidak efisien, atau menjadi boros. "Performa bermasalah paling gampang dirasakan adalah ketika kendaraan melibas tanjakan. Dari jauh sudah ambil ancang-ancang dan kebut, eh di tengah jalan menanjak itu kecepatan paling mentok di 60 km/jam," kata Diko.
Risiko paling buruk, mesin kendaraan bermotor mati mendadak di tengah jalan. Jelas hal tersebut sangat membahayakan diri sendiri maupun orang lain. Sehingga kalau boleh dibilang, komponen kendaraan yang dinamakan busi ini kecil-kecil cabai rawit. Meskipun bendanya relatif mungil, tetapi bila diabaikan sewaktu terjadi kerusakan, lumayan bikin pemilik kendaraan pening kepala.
(uda)