StoryBuilder Media Group News

Mobil Anda Masih Konsumsi Solar Subsidi? Siap-Siap Antre Panjang

Kelangkaan solar bersubsidi dalam sebulan ke belakang, membuat banyak moda transportasi tak berjalan. MI - Susanto
Kelangkaan solar bersubsidi dalam sebulan ke belakang, membuat banyak moda transportasi tak berjalan. MI - Susanto

Autogear.id - Bahan bakar solar yang mendapat subsidi dari pemerintah, kini menjadi barang langka di banyak SPBU milik perusahaan pelat merah Pertamina. Pasokan solar tersendat di sejumlah daerah ini membuat banyak alat transprotasi seperti mobil dan truk terkendala tidak bisa beroperasi. Pengaruhnya pun bisa melebar kemana-mana. Masyarakat mengeluhkan kelangkaan solar mengakibatkan terganggunya kelangsungan bisnis dan usaha. 

Kisah solar langka seperti mengikuti jejak kisah minyak goreng langka. Akibat kejadian ini terlihat antrean panjang di SPBU. Masyarakat antri mendapatkan solar. Bahkan, sejumlah berita viral mengisahkan kejadian menarik. Petugas SPBU tarik urat dengan sopir truk hanya untuk mendapatkan solar. Lumayan, ada totntona menarik buat warga yang ikut antre membeli solar.

Di beberapa wilayah seperti jalur lintas Sumatera, antrean bahkan mengular hingga tiga kilometer. Akibatnya, ratusan truk dan sopirnya menginap di SPBU. Mereka melakuknnya demi menanti beroperasionalnya SPBU di pagi hari. 

Tidak hanya di jalur lintas Sumatera saja, antrean panjang juga terjadi di daerah lain di Indonesia. Di antaranya, antrean terjadi di Sulawesi, Kalimantan hingga Papua. Yang tak kalah unik, kelangkaan solar juga terjadi di pulau Jawa. Bagaimana mungkin antrean bisa terjadi karena di Pulau Jawa banyak kilang minyak besar. Sebut saja seperti kilang Cilacap, kilang Balongan dan kilang Cepu.  

Baca Juga:
Demi Kreativitas, ADV150 Jadi 'Tumbal' Proyek Honda Dream Ride

Kelangkaan solar yang terjadi belakangan ini diduga akibat adanya disparitas harga  atau perbedaan harga antara solar bersubsidi dan solar non subsidi. Sementara minyak mentah dunia harganya terus meroket akibat adanya konflik geopolitik Rusia–Ukraina yang menyebabkan ekspor minyak mentah dunia terhambat. 

Seperti diketahui Rusia adalah pengekspor minyak mentah dunia tertinggi kedua setelah Amerika Serikat dengan produksi 712,7 Juta Ton minyak atau 12,6% dari total produksi global. Akibat terhambatnya distribusi minyak mentah di dunia internasional yang memicu kenaikan harga minyak mentah dunia, pemerintah terpaksa menyesuaikan harga demi meminimalisir beban berat pada APBN karena kebijakan subsidi terhadap jenis bahan bakar tertentu diantaranya solar. 

Di sisi lain produksi minyak mentah dalam negeri Indonesia yang semakin menyusut hanya mencapai 1 Juta berel per hari. Kondisi ini membuat pemerintah terpaksa mengambil kebijakan impor untuk memenuhi kebutuhan BBM dalam negeri dengan  harga mencapai US$110 per barel. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2021, Indonesia mengimpor minyak mentah dengan volume mencapai 13,78 Juta Ton. Impor ini naik 31% dari impor minyak mentah pada tahun sebelumnya. 

Sementara itu, kenaikan harga BBM Pertamina terkait harga solar Dexlite ikut mempengaruhi keadaan. Harga solar Dexlite rata-rata 12.000-13.000 rupiah per liter bisa berbeda di berbagai caerah. Akibatnya, kekisruhan pun terjadi. 

Baca Juga:
Warga Bekasi Beli New Carry Bak Terbuka, Malah Diganjar Jimny

Di sisi lain, solar bersubsidi dipatok harga 5.150 per liter. Perbedaan harga yang jauh ini mengundang banyak oknum berspekulasi. Mereka beramai-ramai beralih dari solar non-subsidi ke solar bersubsidi.

PT Pertamina sebagai BUMN mengungkapkan antrean pembelian solar merupakan dampak langsung dari penyalahgunaan solar bersubsidi. Stok solar di SPBU cepat habis karena dipakai untuk kendaraan solar non subsidi. Apesnya, masih juga ada oknum yang mengambil untung dari keadaan ini. Oknum-oknum itu memanfaatkan tingginya disparitas harga solar non-subsidi dan solar bersubsidi untuk memetik keuntungan. Soal lainnya masih terdengar kalisk, yaitu kendala dalam penditribusian pasokan BBM.

Sekretaris Perusahaan PT PPN Irto Ginting mengklaim stok solar subsidi aman secara nasional untuk 20 hari ke depan. Ginting mengakui ada peningkatan permintaan sekitar 10 persen di atas kuota akibat pelonggaran PPKM. Ginting juga menghimbau agar masyarakat berhemat menggunakan solar subsidi. Tidak perlu terjadi aksi panic buying dengan kondisi yang ada saat ini.

Pengamat ekonomi energi UGM, Fahmy Radhi menduga kelangkaan solar subsidi disebabkan pengurangan pasokan oleh PT Pertamina Patra Niaga. Tujuannya adalah menekan kerugian akibat meroketnya harga minyak mentah dunia. “Ini semakin menguatkan indikasi ada strategi Pertamina mengurangi pasokan untuk menekan kerugian akibat biaya produksi semakin membengkak ditengah mahalnya harga minyak dunia,” kata Fahmy melalui keterangan resminya, Jumat 25 Maret 2022.

Baca Juga:
Mau Jual Mobil Seken? Manfaatkan Momen Pameran Otomotif IIMS

Sementara pengamat energi, Kurtubi mengatakan sumber permasalahan semua ini sejarahnya berawal dari produksi minyak nasional yang rendah. Menurut Kurtubi  selama 20 tahun terakhir produksi yang rendah itu dibiarkan terus-menerus oleh pemerintah. “Oleh karenanya perlu alternatif produksi lain yang diperkuat seperti inovasi minyak kelapa sawit (bio diesel) sebagai pengganti BBM," ujar Kurtubi.

Mengapa pemerintah cukup sulit dalam mengawasi permasalahan ini? Apapun alasannya,  pernyataan pemerintah dan kenyataan di lapangan sering berbanding terbalik. Strategi Pertamina meminimalisir kerugian dengan mengurangi pasokan distribusi malah menyebabkan adanya kelangkaan solar. Buntutnya, antrean panjang pmbelian solar terjafi di masyarakat. Ujung-ujungnya rakyat lagi yang harus menerima dampaknya. 

Di lain sisi terhambatnya pasokan solar menyebabkan operasional kendaraan terganggu. Akibatnya tidak main-main. Kelangkaan sejumlah produk terjadi diikuti naiknya harga produk tersebut di berbagai daerah.

Menjelang Ramadhan dan hari raya, seharusnya pemerintah bekerja keras mengatasi kelangkaan solar. Masyarakat berhak menikmati bulan puasa dan hari raya dengan perasaan tenang. Ibadah puasa bisa khidmat, hari raya pun nikmat. Tak perlu ada gangguan berupa kelakar solar. (StoryBuilder: Muklis Efendi)


(uda)