Industri Otomotif

Begini Prospek Pasar Otomotif di 2025 dari Mata GAIKINDO

Begini prediksi industri otomotif untuk 2025 dari kaca mata GAIKINDO. medcom-uda
Begini prediksi industri otomotif untuk 2025 dari kaca mata GAIKINDO. medcom-uda

Autogear.id - Prospek Industri Otomotif 2025 dan Peluang Insentif dari Pemerintah yang Digelar Forum Wartawan Industri (Forwin) di Jakarta, Selasa (14/1/2025), Sekretaris Umum GAIKINDO, Kukuh Kumara menuturkan, bahwa GAIKINDO menetapkan target penjualan 2025 sebanyak 850 ribu unit. Potensi koreksi turun hingga 750 ribu unit dan upside ke 900 ribu unit. Ini disebabkan beberapa faktor, antara lain PPn 12 %, opsen pajak, dan kondisi perekonomian belum stabil. 

Menurut dia, ada beberapa faktor yang memengaruhi pasar mobil 2025, antara lain PPn 12%, opsen pajak, dan kondisi perekonomian belum stabil. Selain itu, ada faktor penurunan suku bunga acuan Amerika Serikat (AS), Federal Funds Rate (FFR) dan makin banyak merek-merek kendaraan bermotor masuk ke Indonesia, sehingga konsumen mempuyai lebih banyak pilihan. Tahun ini, dia menuturkan, penjualan EV diperkirakan terus bertumbuh.

Kukuh menuturkan,  diperlukan dukungan kebijakan dari pemerintah, termasuk untuk mengatasi dampak opsen pajak kendaraan bermotor sehingga industri kendaraan bermotor nasional tetap bisa tumbuh. Menurut dia, insentif dapat meningkatkan pertumbuhan industri, terlihat pada peningkatan penjualan. Ini akan menggairahkan industri komponen, industri perbankan, hingga lembaga pembiayaan. 

“Selain itu, ini akan berdampak pada pertambahan pendapatan negara, baik pusat dan daerah, terdiri atas PPN, BBNKB, PKB, PPh badan, PPh perorangan,” kata dia. 

Baca Juga
Penjualan Kendaraan Masih Butuh Tambahan Insentif dari Pemerintah!

GAIKINDO, kata dia, meminta semua teknologi elektrifikasi (xEV), yakni HEV, PHEV, dan BEV diberikan kesempatan untuk mendapatkan insentif sesuai dengan kontribusi dalam penurunan emisi karbon dioksida (CO2) dan bahan bakar minyak (BBM). “Meningkatnya perkembangan pasar xEV dapat memberikan dampak pada pendalaman industri untuk xEV juga potensi peningkatan ekspor xEV,” kata dia. 

Pengamat perekonomian, Raden Pardede menyatakan, pasar mobil Indonesia stagnan di kisaran 1 juta unit sejak 2014 hingga 2023, terutama karena rendahnya daya beli, menurunnya produktivitas tenaga kerja, melambatnya pertumbuhan PDB per kapita, inflasi tinggi, nilai tukar mata uang asing, suku bunga, keterbatasan pembiayaan, dan regulasi pemerintah. 

Raden mencatat, relaksasi PPnBM pada tahun 2021 dan 2022 berhasil meningkatkan penjualan mobil. Insentif ini mendorong peningkatan permintaan terhadap input di sektor industri (backward linkage) serta peningkatan output di sektor otomotif (forward linkage). 

"Sektor otomotif nasional mengalami pemulihan signifikan pada 2021, didukung oleh inisiatif pemerintah seperti subsidi PPnBM. Penjualan mobil tahun 2021 meningkat lebih dari 300 ribu unit dibandingkan 2020, memberikan dampak positif pada industri suku cadang dan komponen. Namun, setelah subsidi PPnBM dicabut pada 2023, penjualan mobil menurun hampir 40.000 unit dibandingkan 2022, menunjukkan tren penurunan yang berlanjut," ujar Raden Pardede. 

Baca Juga:
Kerusakan Mobil Akibat Terkena Cairan Kimia Bisa Ditanggung Asuransi?

Insentif itu, kata dia, meningkatkan permintaan input di backward linkage sebesar Rp 36 triliun dan output forward linkage Rp 43 triliun. Program PPnBM DTP melibatkan 319 perusahaan komponen tingkat 1, mendorong kinerja industri tingkat 2 dan 3, yang sebagian besar adalah IKM. 

Soal tren BEV dunia, dia meminta pemerintah menyesuaikan regulasi dan kemampuan beli masyarakat (affordability). Sebab, jika regulasi terlalu maju, ini akan mematikan industri.  “Kita tak perlu ikuti negara lain. Indonesia harus menetapkan jalannya sendiri. Pemerintah perlu bersikap rasional dalam melihat keunggulan kompetitif dan keterbatasan yang ada.”


(uda)