Autogear.id - Kendala yang dihadapi banyak negara, terutama negara-negara Asean terkait elektrifikasi kendaraan, adalah adanya keterbatasan infrastruktur pendukungnya.
Sama halnya yang terjadi di Indonesia, keterbatasan infrastruktur pendukung elektrifikasi kendaraan kiranya merupakan sebuah tantangan tersendiri.
Ketersediaan charging station, stasiun pengisian daya baterai atau Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU), sebagai pendukung melenggangnya mobil listrik di jalan raya, ibarat jauh panggang dari api.
Lantas timbul pertanyaan, apakah dengan kendala tersebut, membuat semangat elektrifikasi kendaraan menyerah begitu saja? Sepertinya tidak bagi Nissan di Indonesia, melalui kepanjangan tangan Nissan Motor Distributor Indonesia.
Merek yang kini berada di bawah naungan Indomobil Group tersebut justru menjadikan keterbatasan infrastruktur, sebagai lahan untuk berinovasi dalam teknologi.
Hal tersebut dipaparkan Evensius Go, President Director PT Nissan Motor Distributor Indonesia, pada sebuah kesempatan ngobrol virtual santai bareng media otomotif, Rabu pagi (6/10).
Menurut Even, Nissan menyikapinya justru dengan menghadirkan ragam produk, yang tidak terpaku oleh kendala yang ada.
“Setahun kemarin Nissan merilis tiga produk, dua di antaranya adalah mobil full electric Nissan Leaf dan Nissan Kicks e-power. Satu lagi (segmen SUV) Nissan Magnite”, jelasnya.
Khusus teknologi e-power, seperti yang ada pada Nissan Kicks, tampaknya akan menjadi peluru andalan bagi Nissan dalam menyiasati keterbatasan infrastruktur tadi.
“Ke depannya arah Nissan lebih ke teknologi, walaupun sebenarnya hampir semua segmen (kendaraan) ada di Nissan. Strategi kita ke Indonesia membawa teknologi. Salah satunya melalui Nissan Kicks e-power”, ucap Even.
Ditambahkan Even, faktanya pemerintah Indonesia memang mengarahkan industri otomotif ke ranah elektrifikasi. Tetapi dengan melihat infrastruktur yang ada, serta lokasi geografis Indonesia yang merupakan wilayah kepulauan, paling mungkin adalah penyebaran charging station.
“Strategi pemenuhan pasar Nissan ada dua, yang pertama memenuhi kebutuhan pasar di kota-kota besar melalui EV, lewat produk Nissan Leaf misalnya. Namun kita juga bawa Nissan Kicks e-power, untuk memenuhi pasar di luar kota-kota besar yang masih belum banyak charging station”, urainya.
Mengapa Nissan berteknologi e-power menjadi salah satu unggulan? Lantaran produk tersebut tidak harus melakukan pengisian daya baterai menggunakan charging station.
“Di masa mendatang, kita akan perbanyak memboyong produk berteknologi e-power ke Indonesia. Kita masih ada Nissan Serena e-power, X-Trail e-power, tapi belum tahu yang mana lebih dulu akan dibawa ke sini”, kata Tan Kim Piauw, Sales & Marketing Director PT Nissan Motor Distributor Indonesia.
Bagus Susanto, Nissan Representative Director menyampaikan, mengenai teknologi e-power seperti yang ada pada Nissan Kicks, pada intinya ada dua perbedaan dengan teknologi hybrid.
Teknologi e-power dan hybrid berbeda dari arsitekturnya. Dimana teknologi e-power dirancang bangun berdasar dari teknologi full baterai EV.
“Nissan membangun arsitektur teknologi mesin e-power yang dimasukkan ke dalam mobil hanya untuk mencharging baterai. Jadi tetap e-power 100 persen motor listrik,” tuturnya.
Sementara teknologi hybrid menurut Bagus, mobil digerakkan secara bergantian antara mesin bensin dan motor listrik.
“E-power berdasarkan teknologi mesin full baterai EV, sedangkan hybrid perpaduan antara mesin konvensional biasa dan listrik”, ucapnya.
Dari sisi performa, dikatakannya teknologi e-power karakteristiknya lebih mendekati seperti mengendarai mobil listrik 100 persen. Kalau hybrid separuh performa masih seperti mesin bensin konvensional. Walaupun lanjut Bagus, dalam urusan perpajakan, mobil berteknologi e-power tergolong dalam kategori mobil hybrid.
(acf)