Autogear.id - Mencuatnya isu pagelaran balap F1 di Mandalika setelah suksesnya balap MotoGP digelar di sirkuit tersebut, mulai menjadi perdebatan panjang. Apalagi jika dilihat banyaknya negara yang sebelumnya menggelar balap F1 malah memutuskan untuk memundurkan diri.
Pengunduran diri ini tentu membawa tanda tanya besar. Namun jika melihat besarnya biaya yang dikeluarkan untuk mendatangkan pembalap-pembalap nomor satu di dunia, merupakan hal yang lumrah jika beberapa negara Asia mengundurkan diri dari ajang balap bergengsi ini.
Tercatat, ada negara Korea Selatan yang hanya berhasil menyelenggarakan tiga kali gelaran F1 pada tahun 2010 - 2013, padahal mereka sudah menandatangani kontrak dengan FIA untuk menggelar balapan hingga 2021. Usai gelaran F1 pada 2013, Korsel akhirnya mundur, dengan alasan tidak mendapatkan keuntungan.
Kemudian, di balik keberhasilan India yang sanggup menggelar F1 pada rentang 2011 hingga 2013, ternyata negara tersebut sempat terlilit hutang sebesar US$ 51,4 juta atau setara Rp. 740 miliar akibat memaksakan menggelar Grand Prix di tahun 2013. Sekedar informasi, dari beberapa negara yang menghadirkan balapan F1 tersebut, rata-rata menggunakan dana negara.
Baca Juga:
Wow, CBR1000RR-R Fireblade SP Edisi Spesial Ini Harganya Rp1 M
Terkini, pada 2017 negara tetangga kita, Malaysia memutuskan untuk berhenti menyelenggarakan balap F1, setelah pemerintah mengakhiri kontrak sebagai tuan rumah. Keputusan itu dibuat karena penurunan pendapatan yang signifikan sejak Malaysia menggelar balap F1 pada tahun 1999. Tidak hanya soal biaya pengeluaran, diakui balap mobil paling bergengsi didunia tersebut sudah tidak lagi memiliki pamor yang cukup kuat di negeri jiran.
Namun, di kawasan Asia Tenggara, Singapura bisa menjadi contoh sukses negara yang berhasil mendongrak pariwisata lewat F1. Diwartakan The Straits Times, biaya penyelenggaraan F1 di Singapura setiap tahunnya mencapai 135 juta dolar AS atau Rp 1,9 triliun. Semenjak digelar sejak 2008, Singapura berhasil meraup pendapatan Rp 1,5 miliar dolar AS (Rp 21,5 triliun) yang dijadikan penerimaan di sektor pariwisata.
Memang, dalam pelaksanaannya penyelenggaraan Formula 1 bertujuan sebagai promosi di Indonesia, terutama branding bagi pariwisata Lombok. Namun apakah nanti cukup mampu mendatangkan keuntungan. Melihat kegagalan dan kerugian negara-negara berkembang di Asia sebelumnya dalam menggelar balapan termahal sejagad ini.
Dengan pamor balap Formula 1 yang masih kalah dari MotoGP, masih perlukah meneruskan keinginan untuk mendatangkan Lewis Hamilton dan pembalap F1 lainya untuk uji kecepatan di Mandalika? (StoryBuilder: Narendra WK)
(uda)